Kamis, 29 Januari 2009

Makna Syari'at

Dalam makna syariat, umat Islam sering terjebak dalam pengertian sempit sehingga
tak jarang kehilangan substansinya. Dan akibatnya, mereka hanya melakukan
ibadah seremonial dan tidak mendapatkan sesuatu yang berharga yakni pembuka
jalan menuju "kebenaran syariat". Sikap terhadap shalat misalnya, betapa banyak
nilai penghayatan dan kekhusyu'an yang terabaikan. Shalat bukan lagi sebagai
kebutuhan dialog dan memohon petunjuk tetapi telah berubah sebagai kewajiban
yang harus dipenuhi dengan berbagai macam larangan dan ancaman yang
mengerikan. Sehingga terasa sekali muncul ketidaknyamanan dalam setiap
melakukan syariat Islam. Hal ini tidak ubahnya seperti tawanan perang yang harus
memenuhi kewajiban membayar upeti seraya terbayang betapa kejamnya sang
penguasa.

Belum lagi dalam melaksanakan petunjuk Al Qur'an yang terasa dikejar target syarat
sahnya syariat selain hitung-hitungan amal, dan jarang mengarah pada pemahaman
akan fungsi syariat itu sendiri. Setiap syariat (aturan Allah) merupakan jalan dengan
segala rambu-rambunya menuju hikmah yang dikandung di dalam teks dan praktek
secara sempurna, serta pembuka tabir dibalik "firman". Syariat bukan hanya untuk
dibaca dan disucikan tanpa menyentuh isi tujuan yang dibaca, seperti tercantum
dalam surat Al 'Alaq ayat 1-5 :
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari 'alaq. Bacalah! dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang telah mengajar
manusia dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya" (QS 96:1-5).
Memang, Al Qur'an adalah firman Allah yang disucikan sehingga memegangpun
harus suci dari hadast, namun hal ini bukan berarti haram bagi manusia untuk
memahami sesuai dengan kadar pemikiran dan pemahamannya. Sebab Al Qur'an itu
diturunkan sebagai petunjuk manusia dan semesta alam. Sikap jumud (pendek akal)
ini pun pernah diprotes RA Kartini pada gurunya, KH Sholeh Darat, ketika ia
mengusulkan agar Al Qur'an itu diterjemahkan. Saat itu, ia merenungkan kondisi
bangsa Indonesia yang mengalami kemunduran pemikiran. Bagi Kartini, Al Qur'an
yang begitu agung tidak hanya bacaan suci yang berpahala dan pengobat hati saja,
namun ia merupakan petunjuk hidup di dunia maupun di akhirat. Menurutnya, andai
Al Qur'an sudah diterjemahkan waktu itu, insya Allah bangsa Indonesia akan sadar
pada integritasnya sehingga tidak akan mau menjadi budak Belanda.
Kata "iqra" merupakan jendela untuk melihat kehidupan alam semesta yang luar
biasa luasnya. Ayat ini menyiratkan makna, betapa Al Qur'an membuka cakrawala
dunia ilmu (pengetahuan) yang dapat digali melalui kata 'baca'. Sejarah dunia pun
mengakui bahwa pada abad ke tujuh Islam telah mengalami masa kejayaan dan
peradaban yang pesat. Islam telah berhasil mengembangkan khazanah landasan
ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga sampai abad ke tigabelas dilakukan

secara terus-menerus penggalian dan pengembangan ilmu pengetahuan yang kelak
dijadikan landasan ilmu pengetahuan modern. Bisa dibandingkan dengan ilmu
pengetahuan yang dikembangkan oleh barat yang baru dimulai pada permulaan
abad 15 sampai sekarang.
Dengan bersyariat secara benar, Islam mengalami kemajuan dibidang ilmu
pengetahuan secara pesat. Dengan meningkatnya pengetahuan, kita mengenal sifat
dan perilaku alam, gejala-gejala alamiah yang komplek atau musykil dapat kita
terangkan dan uraikan menjadi gejala-gejala yang lebih sederhana yang mudah kita
ketahui. Dari sini muncul teori untuk menerangkan suatu gejala, ataupun teori yang
disusun untuk meramalkan gejala yang akan terjadi bila diadakan suatu percobaan
tertentu dalam laboratorium. Kemudian dilakukan eksperimen untuk menguji
kebenaran suatu teori. Begitu seterusnya, hingga sains natural tumbuh dan
berkembang terus dari hasil serangkaian kegiatan kaji-mengkaji secara struktural
dan sistematis silih berganti (disebut intizhar). Hal tersebut hanya dapat terjadi
dalam suatu generasi yang begitu gigihnya melakukan intizhar (penelitian) atas
dasar keIslaman yang terkandung dalam Al Qur'an.
Dan bukan dengan cara disucikan dalam makna yang keliru sehingga muncul
kerancuan ilmu pengetahuan yang diakibatkan oleh penyampaian tentang Islam
yang tidak Islami. Akibatnya bisa kita lihat dan rasakan sekarang bagaimana
kebanyakan orang menganggap belajar fisika, biologi, kimia dan ekonomi bukan ilmu
Islam. Mereka antipati dengan ilmu dunia yang dianggap bukan berasal dari Al
Qur'an, dan mereka hanya kenal tentang Islam sebagai musabaqoh Al Qur'an, haji,
zakat, dan shalawat nabi serta upacara-upacara seremonial, berikut segala larangan
dan ancaman, amalan dan ganjaran, tidak lebih dari itu, dan selain itu ditolak habis.
Para cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 M) adalah
orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan penelitiannya di
bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuwan barat diambil alih serta dikembangkan
menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu kimia. Sebab Jabir yang
namanya dilatinkan menjadi Geber adalah orang yang telah melakukan intizhar dan
merupakan orang pertama yang mendirikan suatu bengkel dan mempergunakan
tungku untuk mengolah mineral-mineral dan mengekstraksi menjadi zat-zat kimia
dan mengklasifikasikannya.
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sarjana Eropa disebutkan
bahwa Mohammad Ibnu Zakaria ar-rozi (865-925 M) telah menggunakan alat-alat
khusus untuk melakukan proses-proses yang lazim dilakukan ahli kimia seperti
distilasi, kristalisasi, kalsinasi dan sebagainya. Buku Ar-rozi, yang namanya
dilatinkan menjadi Razes, dianggap sebagai manual atau buku pegangan
laboratorium kimia yang pertama di dunia, dan dipergunakan oleh para sarjana
barat, yang baru berabad-abad kemudian mempelajari sains yang telah
dikembangkan oleh umat Islam, di universitas-universitas Islam di Toledo dan
Cordoba, Spanyol.
Terlalu banyak ilmuwan Islam dan karya mereka untuk disebutkan pada kesempatan
ini, dan begitu dalam pula pengaruh karya tokoh-tokoh ilmiah itu di Eropa dalam hal
perkembangan ilmu pengetahuan hingga masih dirasakan berabad-abad kemudian.
Apakah sebabnya pada masa dahulu umat Islam giat sekali mengembangkan Islam
secara mendalam baik dalam bidang hukum, filsafat, sains, maupun tasawuf. Namun
sebaliknya apakah yang kita lihat dan rasakan pada masa sekarang diabad ke dua
puluh satu ini? Di pesantren-pesantren serta perpuskaan-perpustakaan Islam
hanyalah tersisa berupa kitab lusuh klasik yang "dikeramatkan" dan "dikomersilkan"
seperti imriti matan, jurumiah, bulughul marom, madzahibul arba'ah yang
kesemuanya itu pelajaran-pelajaran tata bahasa arab belaka serta ilmu-ilmu fiqih
yang sudah dipatenkan. Pintu ijtihad ditutup !!!
Sesungguhnya di dalam Al Qur'an banyak diperoleh ayat yang mendorong umat
Islam untuk melakukan intizhar dan menggunakan akal pikiran seperti tercantum
dalam ayat 101 surat Yuunus memerintahkan :
"Katakanlah (hai Muhammad) perhatikanlah dengan intizhar/nazar apa-apa yang ada
di langit dan di bumi" (QS 10:101).
Bahkan dalam ayat 17-20 surat Al Ghaasyiyah dipertanyakan :
"Maka apakah mereka tidak melakukan intizhar dan memperhatikan unta,
bagaimana ia diciptakan. Dan langit bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung
bagaimana ia didirikan. Dan bumi bagaimana ia dibentangkan. Maka berikanlah
peringatan karena engkaulah pemberi peringatan"(QS 88:17-20).
Penggunaan akal pikiran untuk dapat mengungkapkan tanda-tanda kekuasaan dan
kebesaran Allah ditegaskan dalam surat An Nahl ayat 11 :
"Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu, tanaman zaitun, korma, anggur
dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demikian itu merupakan ayatayat
Allah (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berfikir" (QS
16:11).
Yang kemudian dilanjutkan dalam ayat 12 :
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam gejalagejala
itu terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang menggunakan akal" (QS
16:12).
Sebenarnya di dalam ayat ini tercantum juga ungkapan bahwa Allah menundukkan
dan mengatur perilaku matahari, bintang, dan bulan dengan perintah-Nya. Peraturan
Allah inilah yang diikuti oleh seluruh alam semesta beserta isinya, bagaimana ia
harus bertingkah laku. Yang kemudian oleh manusia disebut sebagai hukum alam,
atau peraturan yang diikuti oleh alam.
Lebih jelas lagi kita baca surat Fushshilat ayat 11 :
"Kemudian dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada bumi :"Silahkan kalian mengikuti peritah-Ku dengan suka
hati atau terpaksa". Jawab mereka :"Kami mengikuti dengan suka hati"" (QS 41:11).
Ayat ini membuktikan bahwa alam taat mengikuti segala peritah dan peraturan sang
pencipta, termasuk apa yang disebut alam pada diri manusia (mikrokosmos),
termasuk segala yang ada dalam tubuh kita seperti detak jantung, darah mengalir
menghantarkan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh, nafas menghembus tanpa kita
perintahkan yang semuanya bergerak diluar kehendak kita. Semua serba teratur dan
tunduk patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan, mereka bekerja dalam
ketetapan dan fungsinya masing-masing. Namun demikian manusia tetaplah
manusia yang selalu saja tidak pernah bersukur dan menyadari bahwa semua itu
adalah karunia Allah yang maha pemurah, dan tetap saja kebanyakan manusia
mengingkari hal itu semua sebagai rahmat-Nya. Walaupun seluruh instrumen tubuh
manusia itu sesungguhnya ikut dalam peraturan Islam yang merupakan ketetapan
Allah.

Tidak ada komentar: